Bismillah...
Memasuki masa pernikahan adalah fase dimana seseorang sudah tidak lagi mementingkan ego. Melainkan memegang erat komitmen Mitsaqan Ghalidza. Perjanjian yang Agung yang bahkan Arsy-Nya sampai berguncang. Malaikat-malaikat sebagai saksi, penduduk langit mengaminkan segala doa dan harap. Melibatkan orang-orang penting di kehidupan inti kita, seperti Ibu, Bapak dan Saudara. Oleh karenanya, tindak-tanduk kita dicontrol oleh komitmen yang sudah kita ijabkan itu.
Segala sesuatunya tak lagi sama seperti sebelum kita menikah. Yang bebas kemanapun, bebas bermimpi dan mengejar mimpi itu, terutama bebas menjadi diri sendiri.
Aku rasakan betul, pergulatan batin sebagai seorang istri yang terbiasa aktif lalu tiba-tiba terputus dari segala aktivitas. Minim interaksi, 24 jam berada dirumah, menimbulkan gejala-gejala mental tertekan. Belum terbiasa, minim ilmu, dan rasanya tidak terkoneksi dengan diri sendiri. Membuat aku bingung, maunya aku tuh apa? Semuanya serba rungsing. Ditambah suami yang pada awal menikah (yang sama2 minim ilmu) tidak peka terhadap kondisi istrinya. Intinya dua-duanya minim ilmu dan berakhir di titik di luar ekspektasi 😂.
Lalu apakah dengan kondisi di luar ekspektasi tersebut kita menyerah pada keadaan? Entah dari mana datangnya kesabaran yang selalu menyapa di saat yang tepat.
Bahkan ada cerita lucu, ketika suatu hari Aku mendengar ceramah di masjid yang biasa aku mengajar TPA, Ustadz berkata bahwa romantisnya suami istri itu adalah ketika di sepertiga malam bisa saling mencipratkan air ke wajahnya ketika salah satu pasangan tertidur lelap. Aku praktekan, hasilnya suami marah dan aku menjadi ketakutan. Niat romantisme gagal begitu saja, wkwkwkkwk. Batinku : Kenapa bisa semarah itu padahal niatku baik hanya ingin membangunkan Tahajud.
Setelah kesadaran memulih, ternyata suami bukannya marah tapi ia kaget luar biasa ketika tiba-tiba terciprat air. Fyuh, syukurlah namun setelahnya aku menjadi kapok untuk membangunkan suami menggunakan cipratan air.
Apakah dari ketidak sempurnaan pasangan lantas kita pantas untuk menyerah pada komitmen yang telah kita bangun? No. Selalu ada pemakluman bagi dia yang kita sayang karena Allah. Ya karena yang wajib kita cintai adalah pasangan halal kita.
Maka aku percaya dengan kalimat : setiap rumah tangga memiliki air matanya sendiri. Kadarnya hanya Allah saja yang berhak menentukan sesuai kesanggupan yang kita miliki. Iya betul, segala bentuk kebaikan itu di Uji, mustahil akan romantis terus dari awal hingga akhir.
Suami pernah berkata : Kenapa ya kalau aku deket kamu tuh rasanya damai, nyaman, kayak beban di pundak tuh rasanya hilang semua.
Dan kalimat itu pun menjadi ujian di kemudian hari. Kami di Uji dengan kalimat kami sendiri. Allah Maha membolak-balikan hati dan keadaan. Belum lagi LDR yang membuat Kami seperti tak terhubung lagi.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji? “
-Qs. Al 'Ankabuut : 2
Yang aku renungkan tahun demi tahun ujiannya semakin tinggi. Pernah ketika kami kehilangan anak ketiga, kami menangis berpelukan.
"Say, sekarang kita diuji dengan kehilangan anak. Selanjutnya kita akan diuji dengan apa lagi ya say? " Aku begitu ketakutan dengan ujian berat yang akan datang selanjutnya ketika itu.
"Bismillah Ay, apapun ujiannya kita lewati sama-sama ya. Asal kita tetap bersama, kita pasti bisa. " Kata suami menenangkan.
Dan benar, tahun selanjutnya, rasanya aku ingin mati saja menghadapi ujian itu. Karena yang ada adalah ujianku adalah dirinya dan ujian suami adalah aku. Kita tidak lagi berpegangan tangan. Kita menginginkan arah berbeda. Ego yang besar menjadi tembok pemisah. Hidup pun rasanya hanya berurai air mata, tidak ada keberkahan dari rizki yang didapat, musibah demi musibah datang mengenai bisnis suami. Pun Aku tidak ada karya produktif yang dihasilkan.
Seorang Ustadz pernah berkata : Jika ingin hidup berkah dan rezeki lancar kuncinya Suami istri harus AKUR.
DEG! Dari sana aku mulai belajar, bertanya tentang komitmennya ke depan : bagaimana ini, lanjut atau sudah sampai disini saja? Rasanya tidak nyaman pula hidup bagai tak memiliki ruh. Terpontang-panting tak tentu arah. Disalahkan, dibenci oleh pihak yang hanya tahu berdasarkan apa yang suami utarakan.
Entah ilham dari mana, suamipun bertekad untuk berubah dan aku pun sama, Sama-sama muhasabah dan memperbaiki diri sebelum memperbaiki pasangan. Kami fokus pada sakinahnya rumah tangga, pendidikan anak-anak yang kelak pasti kami dimintai pertanggungjawabannya.
Alhamdulillah tsuma Alhamdulillah, kini rasanya sakinah berbuah berkali-kali. Tenang sekali rasanya hidup penuh dengan romantisme, penuh kehangatan dan saling menghargai satu sama lain. Ya meskipun romantisme-romantisme receh ya belum sekelas pujangga. Maklumlah ya suami kan otak kiri bangetbanget :D.
Dan Kami sadari betul karena rumah tangga ini adalah ibadah seumur hidup, maka ujiannya pasti akan selalu ada. Apapun itu semoga Allah ridho menunjukkan kami selalu di jalan yang lurus, aamiin...
Inti yang ingin aku sampaikan adalah tentang pelajaran dan hikmah dari segala pernak-pernik pernikahan ini adalah :
- Seberat apapun badai, sebesar apapun ombak, jangan pernah loncat dari kapal.
Karena kapal tersebut yang akan mengantarkan Kita pada tujuan. Ingat-ingat komitmen yang telah dibuat. Bukan hanya antara Kamu dan pasangan, melainkan keluarga dan bahkan Allah Subhanahu Wata'ala.
- Jika terjadi problem, maka lepaskan ego terlebih dahulu. Jika suami marah, istri yang mengalah. Jika istri marah, maka suami dengarkanlah.
- Bosan dengan pasangan itu wajar.
Bahkan kenyamanan yang selama ini kita reguk, tak bersisa dengan adanya 1 cacat yang ditampilkan oleh pasangan. Seolah tidak pernah merasakan kebahagiaan dengan pasangan. Bahkan hingga tercetus : sudah tak nyaman lagi. Tahan untuk disebar bahkan dicurhatkan ke lawan jenis . Karena akibatnya fatal. Sebagaimana kita punya perasaan, pasangan pun punya itu. Hargai dan ingat-ingat lagi kamu pernah menganggapnya sebagai satu-satunya orang yang paling nyaman dan berharga di muka bumi. Dan ikhtiarkan untuk mengembalikan seperti yang kamu harap dengan cara berkomunikasi yang baik dan pinta yang tak pernah putus pada Sang Pemilik Jiwa.
- Suami istri itu pakaian, maka kita sejatinya adalah aurat. Segala aib yang ada hanya pasangan kita yang tahu kebenarannya. Even itu orangtua kita sendiri, tidak akan pernah tahu pribadi anaknya yang sebenarnya. Karena mudah sekali kita menampilkan wajah manis di luar, sementara di rumah? Wajah asli kita terlihat nyata. Pantas saja Rasul mengatakan : Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri.
Jika ada orang luar entah itu saudara atau yang lainnya menjudge ini itu, karena sejatinya mereka belum tahu tentang pasangan kita seutuhnya. Maka hati-hati dengan auratmu, jangan membuka aib pasangan hanya karena kamu sedang merasa kecewa. Ya karena sejatinya, siapa saja yang menjelekkan pasangannya maka ia sedang menjelekan dirinya sendiri. Ia membuka pakaiannya sendiri dan menampakakan apa yang menjadi auratnya.
"Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
-QS. Al-Baqarah : 187
- Hindari bermudah-mudah mengadu. Sebab ketika kamu mengadu pada keluargamu, orangtua mu, kamu dan pasangan sudah toel-toelan lagi, senggol-senggolan lagi, cekikan lagi sementara keluarga mu masih menyimpan sakit di hatinya. Bahkan tak jarang terjadinya perceraian akibat terlalu banyak campur tangan orangtua/saudara dalam rumah tangga. Bagaimanapun dan apapun kondisinya, keluarga Kita akan membela Kita terlepas Kita salah atau tidak. Tidak ada 1 pun keluarga yang mau anaknya disakiti. Jadi keep your problem, selesaikan berdua dengan pasangan. Alih-alih ingin hati plong dengan mengadu, yang ada boomerang buat rumah tangga Kita sendiri. Safari betul, masalah dalam rumah tangga itu sangat amat biasa dan wajar. So, bertumbuhlah menjadi lebih dewasa.
- Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Visi besar seorang qowwam harusnya itu memastikan setiap anggota keluarga yaitu istri dan anak-anak dekat pada ketaatan dan menjauhi maksiat. Sebenarnya taqwa. Jangan menjadi suami dayyuts yang sudah tidak ada rasa cemburu di dalam hatinya dan membiarkan ketika melihat anggota keluarga melakukan maksiat atau menyimpang, naudzubillah...
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Tahrim : 6)
- Luruskan niat karena Allah. Karena jika tidak, kamu akan mudah patah. Apalagi yang berurusan dengan kita adalah yang beda kepala, beda jenis, beda karakter pula.
- Jangan sungkan meminta maaf terlebih dahulu jika kamu bersalah. Kebanyakan gengsi jadi makan hati sendiri. Saling bermudah-mudahlah dalam maaf memaafkan. Seperti anak kecil yang samudera maafnya tak terhingga. Sadari betul bahwa pasangan kita sama dengan kita, Sama-sama manusia yang tak luput dari salah dan alfa.
- Pasangan adalah orang paling tahu kedalamam isi hatimu. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, pasangan kita akan tahu kondisi batin kita sedang ada masalah. Jadi terbukalah, meski kamu merasa ini bukan tanggung jawab pasanganmu. Karena sahabat sejati seumur hidup itu adalah pasangan. Mereka tahu betul kondisi kita, bahkan perasaan yang tak pernah terucap sekalipun, pasangan bisa membacanya. Oleh karenanya anjuran Rasulullah begitu jelas :
"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”
(HR. Ibnu Majah)
Jangan terbalik ya, di luar lembut, baik bak kucing, di dalam mengaum, sangar bak singa yang mau menerkam.
Dan ini yang biasa dijadikan judgment orang-orang yang menilai kita dari apa yang nampak di luar saja. Padahal yang sebenar-benarnya mengetahui akhlak kita ya orang rumah yaitu istri dan anak-anak. Bahkan orang tua, saudara kita sekalipun tidak tahu inti terdalam sebenarnya kita.
- Jangan ambil keputusan ketika sedang marah.
Jangan membuat keputusan ketika sedang marah, jangan membuat janji sewaktu sedang gembira.
Karena ketika sedang marah, emosi yang ada di depan sehingga sering kali membuat keputusan yang dibuat bukan berdasarkan kesadaran diri dan mengakibatkan penyesalan pada akhirnya. Iya, karena ketika sedang marah, setan sedang menipu daya kita dengan meniupkan api kebencian. Otak dan hati kita sedang membara, maka menepilah, tenangkan diri, baru sampaikan dengan bijak dan win-win solusi.
So, tidak ada alasan untuk loncat dari bahtera sebelum Kita membicarakannya dengan kepala dingin, hati tenang dan sebenar-benar petunjuk dari Allah.
Terus langitkan Doa agar Allah ridho menjadikan pasangan Kita dunia akhirat. Karena tanggung jawab terbesar seorang suami adalah memastikan tangannya menuntun istrinya masuk surga bersama. Aamiin Allahumma Aamiin...
No comments