gambar pemberian dari temen, tau dech sumbernya dari mana
Adakah pedang yang lebih tajam daripada lidah?
Tak bermaksud menuduh, menunjuk ataupun memojokan siapapun! Karena ini adalah real sebagai pengingat diri yang sering kealfaan. Diantara banyak kekhilafkan yang terperosok oleh lisan sendiri. Aku tahu bergunjing itu diharamkan, tapi masih saja dilakukan, aku tahu digunjing orang itu menyakitkan, namun masih saja mempraktekan.
Terlepas dari suka atau tidak suka kita pada seseorang, seringkali kita merepotkan hal-hal yang sebenarnya kecil bila difikir. Terlalu mempraktekan pepatah yang mengatakan : “Gajah di depan mata tak kelihatan, semut di seberang lautan kelihatan.” Ironis? Tentu saja, bukankah pepatah tersebut berupa sindiran yang semestinya kita sadar bahwa harusnya kita berkaca diri sebelum terlalu jauh meributkan perilaku atau watak seseorang, apalagi jika sampai menggunjingkannya tanpa ada solusi yang dihasilkan.
Contoh saja pada kehidupan real yang ku jalani saat ini. Duniaku mungkin berubah seiring berjalannya waktu. Dunia subang dan dunia bekasi tentu saja beda. Caranya, pola pikirnya, perilakunya, kebiasaannya dan life style nya.
Jika di kampung, aku sering sekali mendengarkan para ustadz selalu mengingatkan disetiap sorenya dengan cara blak-blakan mereka mendakwahkan apa yang telah ia dapat namun beda halnya di kota, sepertinya cara seperti itu hanya ditemukan di mesjid-mesjid saja tanpa ada aplikasi di luaran sana.
Berada pada dua kondisi tidak mengenakan bukan? Harus membela siapa ketika yang satu ngotot sementara yang satu lagi memaksa (hehe, apa bedanya ngotot dengan maksa ya? Dodol!)
Bahkan cara menggunjing, menyikut ataupun dalam cakupan yang cukup besar memfitnah telah biasa dilakukan. Astagfirullah, hidup di jaman apa aku ini?
Balik lagi pada contoh yang akan aku sebutkan tadi. Seorang teman yang telah berumah tangga namun masih melanjutkan aktivitas seperti biasa berupa kerja. Entah kenapa, tiba-tiba saja, ia menjadi sorotan setiap para teman wanita. Katanya sih “perhatian”. Mereka sering sekali menggunjing (whatever apapun namanya) dibelakang temanku yg telah berumah tangga, kita sebut saja yang telah berumah tangga itu si A, sepakat? Harus donk! Nah, si A tersebut sering sekali ketahuan oleh teman-teman kantor lainnya tak diperhatikan oleh suaminya. Suaminya selalu pulang malam dan seolah tak pengertian pada si A. serta merta para teman kantornya komentar ini itu di depan si A (awalnya), tapi lama kelamaan mereka malah menggunjing dibelakang, bukankah itu terlalu risih untuk didengarkan? Dalihnya sih atas nama kasih sayang, persahabatan dan perhatian. Memang terkadang niat baik itu tak selamanya baik, jika diaplikasikan dengan cara yang begitu diharamkan. Sadarkah teman-teman si A itu secara tidak langsung telah menorehkan noda pada hati si A? terlebih, mereka telah menelan bangkai sodaranya sendiri.
Sungguh, sangat mengerikan!
Mendengar gunjinga yang sangat menyayat dada, si A tetap berusaha diam dan entah harus bagaimana? Yang jelas ia selalu berkata : “Biarkan orang mau berbicara apa dibelakang, yang jelas, lihat saja nanti, suatu saat aku akan buktikan hasil kerja keras suamiku, yang dikiranya pulang malam karena selingkuh! Sesungguhnya mereka itu tak tahu apa-apa atas kondisi rumah tanggaku!”
Nah lho? Heran kan? Padahal belum tentu apa yang digunjingkan itu benar adanya, malah menjurus fitnah jadinya. Makanya jangan sok tahu dech dengan kondisi orang lain. Apa coba untungnya? Membesar-besarkan masalah saja. yang tahu kondisi si A tuh ya si A, ia lebih tahu daripada teman-temannya yang selalu mempersalahkan tentang rumah tangganya. Yang ada malah pahala amalan yang menggunjing berpindah pada orang yang digunjingkan, masyaAllah…
Rasulullah saw bertanya," Tahukah kalian siapakah orang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab," Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan tidak punya harta sama sekali." Bersabda Beliau saw," Orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang di hari Kiamat nanti dengan membawa shalat, puasa dan zakat. Tetapi ia pun datang dengan membawa dosa mencaci si anu, menuduh si anu, makan harta si anu, menumpahkan darah si anu, memukul si anu. Akibatnya, diambillah kebaikan-kebaikan yang sudah ia lakukan dan diberikan kepada mereka yang ia zalimi. Jika kebaikannya sudah habis padahal belum selesai pembayaran kepada mereka maka dosa-dosa mereka lah yang akan dicampakkan kepadanya lalu ia pun kemudian dilemparkan ke neraka."
(HR. Muslim dari Abu Hurairah ra).
Perhatian boleh, mengingatkan boleh, tapi tidak dengan cara menggunjingkan? Apalagi dengan cara menyakitkan disertai emosi yang begitu meletup-letup. Bisa kan bicara baik-baik dan mengatakan bahwa pendapatnya adalah sekedar saran, diterima syukur, ga juga ya terserah si A.
Dan puncak dari masalah ini adalah ketika si A hamil namun belum punya uang untuk periksa ke dokter (karena uangnya dipakai untuk kepentingan lain yang benar-benar urgent, tak bisa ditunda). Namun teman-temannya malah menyangka suaminya yang ga-ga, ga excited lah dengan kandungan pertamanya dan berbagai macam dzon-dzon yang memojokan si A dan suaminya.
Suatu ketika, aku benar-benar geram. Dalam hal ini, aku tidak pernah terlibat pembelaan pada siapapun baik itu ke si A ataupun teman-teman. Aku lebih memilih diam dengan alasan diam itu emas selagi pada tempatnya, jiaaah, ckckck.
Teman-teman semakin geram pada si A dan suaminya. Aku? Semakin bingung dengan tingkah laku mereka, pusiiing rasanya berada ditengah-tengah kondisi tak nyaman. Rasanya panas sekali mendengarkannya (meskipun tak ada niatan untuk mendengarkan). Di mushola, tak disangka si A mencurahkan unek-uneknya padaku.
Si A : “Ya Allah, kenapa sih mereka yang ribut dengan rumah tangga aku? Padahal, aku yang menjalaninya, aku yang lebih tahu kondisinya, aku yang punya masalah, aku yang menanggungnya, kenapa mereka yang lebih sibuk daripada aku? Sedih tapi ya sudahlah anggap angin lalu saja. biarkan waktu yang menjawab bahwa apa yang mereka sangkakan itu tak benar!” Katanya dengan mengelus dada.
Aku : “Maaf jika saya ikut campur, tapi mungkin yang jadi masalahnya sekarang adalah tidak ada konfirmasi dari kamu sendiri. Memang diam itu emas, namun adakalanya diam tak selalu emas, bisa saja malah boomerang untuk kita.”
Si A : “Habis malas, jika harus mengeluarkan emosi. Tahu sendiri kan saya ga bisa berbicara kalau sedang emosi, ujung-ujungnya malah berantem. Aku hargai mereka sebagai sahabat, jika tidak seperti itu, mungkin dari kemarin saya sudah labrak mereka!” Geram nampak diwajahnya.
Aku : “Nah, itu dia masalahnya mba, kamu ga tegas! Sehingga mereka akan terus-terusan bersu’udzon sama kamu! Berbicara baik-baik saja, jika sedang santai, bilang kalau yang lebih tahu kondisi rumah tangga kamu adalah kamu dan suamimu, jadi ga semestinya mereka terlalu memperdebatkan bahkan menggunjingkan hal yang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan mereka. Dan apa untungnya dengan mereka mempermasalahkan urusan kamu. Itu hak kamu bilang seperti itu. Jujur, aku gerah mba dengan kondisi ini.”
Si A : “Iya sih… jika aku ga menghargai mereka sebagai teman, mungkin aku pun akan balik menyerang mereka. Ngaca dulu saja, situ okey? Selingkuh emang dibenarkan? Bisa saja aku berbicara demikian, namun sayangnya itu tadi aku takut emosiku meledak-ledak.”
Aku : “Masalah ada untuk dihadapi dan dipecahkan bukan untuk didiamkan begitu saja. Apa perlu aku yang menyampaikan?” Aku menantangnya.
Si A : “Tidak, insyaAllah nanti saya yang bilang sendiri, thanks yak.”
Hidup diantara cewek-cewek metropolitan itu riweuh ya ternyata? Lidahnya itu lho, kayak ga sadar kalau ada kehidupan selanjutnya yang meminta segala pertanggung jawaban setiap inci tindakan kita.
Sekali lagi, ini hanya sebagai pengingat diri. Malu kan rasanya jika setelah ini aku ikut bergunjing? Itulah memang tujuannya, agar tulisan ini dapat menamparku ketika aku hendak bergunjing, ngomongin orang (yaiyalaaah, masa ngomongin diri sendiri, narsis itu namanya! Wkwkwk)
So, coba pikir dech? Jika kita berada pada object yang digunjingkan? Iya kalau berupa pujian, tapi masa iya sih bergunjing itu pujian? Yang ada malah sebaliknya, membuka aib orang. Sakit kan pastinya?
Udah yuk, mending benerin diri dulu jangan sampai termasuk orang-orang tersindir dengan pepatah “Gajah di depan mata tak terlihat, semut diseberang lautan kelihatan” yang artinya kesalahan sendiri yang begitu besar diabaikan, sementara kesalahan orang lain yang kecil diributkan, digunjingkan dan diperbesar, itu sama artinya dengan mencederai kehormatan orang lain.
" Setiap muslim bagi muslim yang lain haram darahnya, hartanya dan kehormatannya."
(HR.Muslim dari Abu Hurairah ra)
Yuk bebenaaaah,, agar tak termasuk orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri, hiiiiii, sereeem…
Naudzubillahi mindzalik…
sumber gambar dari om Google
Mulut mu Harimau mu...
Keep Our Heart
Keep Our Tongue
"…dan janganlah saling bergunjing satu sama lain. Apakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."
(QS.49:12)
No comments