Dear Say,
Apakah kamu menyesal?
Pertanyaan itu yang sering kali kamu ulang-ulang. ketika
percikan masalah mengisi ruang dinamika bahtera kita.
Apakah kamu menyesal?
Apakah aku menyesal?
Hei, Stop! Tentu saja selalu ku katakana padamu say, pemilik
hati paling dermawan, lelaki sholih yang tak romantis, lelakiku kini dan
selamanya : Tidak! Aku katakan sekali lagi tidak! Tidak pernah sekalipun
terbetik rasa yang kau katakan itu. Aku tidak pernah sama sekali menyesal
berdampingan denganmu, say.
Ujian terbesar yang kita lalui hampir saja musnah.
Kesungguhan itu memang selalu harus berdampingan dengan perjuangan. Maka
perjuangan yang panjang dan berliku seputar keuanganpun menjadi pembuka episode
pertama rumah tangga kita.
Say, kamu ingat? Ketika usahamu dipermainkan dan dikuasai
oleh temanmu dan aku yang statusnya sedang hamil dan menjadi freelancer. Kita pernah
mengorek-ngorek recehan sisa-sisa uang, hanya untuk membeli roti atau kerupuk
sebagai pendamping nasi, diwarung sebelah. Ketika menemukan logam bertuliskan 500,
alangkah bahagianya hatiku seperti menemukan harta karun yang pencariannya
memerlukan perjuangan. Hahahaha… Tentu saja lucu jika ingat hal itu sekarang.
Dan parahnya, kita tak pernah memberitahu keluarga, sodara, teman atau siapapun
untuk memberi tahu kondisi kita. Untuk apa? Agar mereka mengasihini kita?
Tidak! Kita tidak butuh itu. Kita masih punya tenaga untuk berusaha dan
bekerja.
Allah sedang berbicara pada kita,
Allah sedang menguji kita,
seberapa jauh kesabaran itu terpatri pada hati kita seperti
indahnya sabar dalam teori.
Maafkan aku ya Ay,
Katamu dengan menitiskan air mata, belum bisa maksimal.
malah menyengsarakan kamu.
Hey, apakah kamu lupa, aku ini berasal dari keluarga seperti
apa?
Hal seperti ini sudah biasa bagiku, aku sudah terlatih dibuatnya.
Bahkan aku pernah ketika awal-awal bekerja hanya meminum air gallon, terus dan
terus ku lakukan ketika lapar, hingga perut rasanya kenyang alias kembung,
ahaha…
Kita tidak sendiri lagi, kini ada aku dan aku pun ada kamu.
Kita saling melengkapi.
Namun, apakah lantas ujian berikutnya tidak akan datang
silih berganti? Tentu saja kita sama-sama tahu, akan rentetan ujian demi ujian
agar kita tidak stagnan ditempat dan kualitas yang sama, melainkan terus
tumbuh, tumbuh dan tumbuh hingga ridha-Nya memberkahi kita. Bukankah tak akan ada pahala hebat jika ujiannya hanya biasa-biasa saja?
Dan say, lihat! Kini ada Fathan. Fathan Al-Farisi. Kemenangan Sang
Pemberani kita. Qurata’ayun kita. Anugerah sekaligus amanah buat kita. Tolong
bantu aku untuk mendidik dan membesarkannya ya… Hingga ia benar-benar menang
dalam pribadi pemberaninya itu.
Oya, untuk masalah ibadah, terimakasih selalu mengingatkanku
ya. Kamu memang imam yang baik. Kamu selalu berulang-ulang mengatakan padaku
bahwa : apapun hasil yang kita dapat selalu berbanding lurus dengan seberapa
dekat kita dengan-Nya. Tentu rezeki itu bukan hanya terletak pada materi saja
kan? Kedamaian hatipun merupakan nikmat yang tak terelakan.
Lalu jaga wudhu mu itu lho say, subhanallah sekali. Aku pun
kini mulai istiqomah mengikuti. Tapi tapi tapi, aku kurang suka, ketika kamu
kentut dan aku lagi ingin bicara panjang lebar denganmu, mencurahkan isi hati,
kamu suka meng-cut “Aku abis kentut Ay, nanti saja bicaranya.” Errrr, rada
kesel sih. Lha memang kenapa?
Nanti saja bicaranya, harus wudhu dulu, takut ada kata-kata
yang salah keluar. Katamu.
Begitu ya say? Aneh menurutku. Bo ya dengerin mah ga apa-apa
say sekali-kali. Meng-cut pembicaraan orang juga kan termasuk perangai yang
salah, tidak pernah dicontohkan Rasul.
Belum lagi ketika berbicara masalah surga. Tentu jika
dipandang dari segi ibadah dan dosa, masih jauuuh sekali kita dari kesucian,
namun jika Allah sudah ridha, apatah lagi yg bisa menghalanginya?
Kamu pernah berkata :
“Ay, kalau di surga kan dikasi 70 bidadari ya, tapi tetep ya kamu jadi istri
utama aku.”
“Yeee enak aja, ga mau. Kalau kamu dikasi bidadari, ya aku
mending nyari bidadara yg setia sama aku, wkwk. Just the one.”
“Eh ga boleh ay, kamu harus ngikut aku. Aku pengen sama kamu
pokoknya titik.”
Hihi, egois bener kau ini, say :p
Tapi say, deep in my heart, jika aku boleh memilih menikah
lagi, maka pilihanku akan tetap dengan orang yang sama yaitu kamu. Tanya kenapa?
Tanyakan pada hatimu maka kamu akan temukan sebuah kejujuran. Ga boleh GR yaa :P
Meski banyak perbedaan diantara kita, aku bawel – kamu calm,
aku simply – kamu ribet, aku kekanakan – kamu dewasa, aku dong2 – kamu smart,
dan seabrek perbedaan lainnya, namun kita sama! Sama-sama telah tercatat
berjodoh di Lauhul Mahfudz ;)
Dan yang harus kita ingat adalah karena menikah itu ibadah
maka setanpun tak akan pernah diam untuk melihat kita selalu bahagia dan
berdampingan. Godaan-godaan pasti tetap ada. Cobaan, ujian dan semua hal yang
bermuara pada permasalahan pasti akan menyerbu kita, menghantam kita,
meluluhlantakan kita, disukai atau tidak. Hanya, sebagaimana ucapan agungmu
itu, mitsaqan ghalidza itu, yang dengannya langit berguncang, yang kau ijab qabulkan
di depan waliku, penghulu dan para saksi, maka aku dan kamu bertahan karena Allah, karena Allah. Dan bahkan
memimpikkan syurga sebagai pemersatu abadi nan hakiki kita, aamiin.
Well say, dari semua pesanku ini, aku ingin mengatakan bahwa
Aku bahagia berdampingan denganmu *slow motion dengan latar hembusan angin. Aku
ridha telah berijab qabul denganmu. Meskipun kamu tidak romantis, meskipun kamu
tidak pernah komen dan mention aku di FB, meskipun kamu tidak pernah memajang
foto berdua kita, aku tetap bangga dan bahagia menjadi makmum-mu. Suatu hari aku pernah bertanya saking keselnya padamu : Kamu tuh sebenernya cinta ga sih sama aku?
Cinta Ay, wallahi. Ketika ku sebut namamu dalam ijab qabul, saya terima Nur'aeni binti Muhammad Nur, maka dari situlah aku mulai mencintaimu dan itu menjadi bukti rasa cintaku kini dan selamanya, Allah sebagai saksi!
Nyeess rasanya hatiku ketika itu.
Mungkin
menurutmu, Cinta tak harus berbusa-busa mengutarakannya cukuplah lakukan aksi terbaik
saja. Namun kini, izinkan aku melafadzkan,
Aku
Cinta
Kamu
Sungguh
Karena
Allah :*
Maafkan aku,
Istrimu yang sedang belajar menjadi istri yang kau ridhai
bacanya udah menjiwai dan penuh perasaan banget, gak taunya di akhir ternyata modus (buat ikut lomba) wkwkwkwkwk :p
ReplyDeletebtw, kerenn
jadi keinget pas awal nikah dulu :D
wkwkwkwk, mba miiiiy kena juga :D :P
Deleteiyalah mana mau aku nulis beginian diblog klo ga ada modus :p
hu'um, masa2 awal nikah emang membahagiakan, sekaligus perjuangan :D