@copy right : Shine Fikri. Powered by Blogger.

Serba-serbi Lebaran Khas Tanjungsari

Bismillah...



Lebaran merupakan moment sakral, hari raya yang selalu dinanti oleh setiap umat muslim di Dunia.
kembali ke fitri,
kembali pada sebenar-benarnya kita dicipta.

Menyambutnya merupakan kebahagiaan tersendiri yang patut untuk dipersiapkan.
Baik secara ruhani, yaitu penggemblengan ibadah di bulan Ramadhan.
Maupun Jasad, yaitu kebersihan badan dan pakaian yang digunakan.
Saya meyakini, untuk syarat bersih tidak perlu baru.
Namun sesuatu yang baru biasanya menimbulkan efek keceriaan dan percaya diri ketika menggunakannya.





Baju baru Alhamdulillah...
Tuk dipakai dihari raya...
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju lainnya...
#jreeng

Iyup, baju baru pun merupakan bentuk atau cara bagaimana kita berterimakasih terhadap Allah.

Saya pun memilih nuansa putih untuk menambahkan kesan kesucian hakiki.
Mulai membelinya di sepuluh hari sebelum lebaran hingga mencuci dan menyetrika dengan sangat hati-hati :D *barugitulhoo.


Cerita Mudik.


Selain itu, persiapan mudik pun menjadi perhatian lebih. Karena kali ini, saya tak sendiri lagi. Membawa 2 bocah mudik, tentulah menjadikan persiapan lebih harus benar-benar matang. Kalau tidak, kekhawatiran demi ke khawatiran itu bisa saja terjadi.

Hmmm, walaupun macet, tak menjadikan kita kapok ya terhadap budaya mudik lebaran ini.


Yang menjadikan cerita mudik seru adalah ketika Fathan dan Nusaiba berceloteh khasnya anak-anak. Tanpa diduga mereka sangat riang gembira sepanjang perjalanan. Ada sih rewelnya, namun hanya sebentar, itupun karena ngantuk dan ingin glosoran layaknya di kamar.

Untung banget sih bawa bantal kecil, jadi mereka tetap bisa glosoran meskipun tak leluasa seperti di kamar sendiri.

"Mi, ini kita mau kemana cih?" Kata Fathan (3 tahun)
"Mau ke rumah nenek di Subang, sayang..."
"Kok lama cih? Jauh ya rumahnya?"
"Iya jauh, sabar ya..."
"Biar terasa cepet, Aa bobo dulu aja ya..."
"Ga mau ah, mau maen sama dede aja..."

Dan akhirnya mereka berduapun cekikian, karena maen klikitik-klikitikan :D

Alhamdulillah, syukurlah... Batin saya sembari mengelus dada.

Yang paling membuat nyess adalah ketika memasuki jalan yang menuju rumah ortu. Karena setelah jalan besar beraspal, kita arahkan mobil ke kiri jika dari arah tol cipali, dan hamparan sawah, sungai dan pohon-pohon menjulang pun seolah menyambut, Welcome Back, Shine...





Yup, aliran sungai sepanjang jalan pun menjadi pemandu kami bertemu dengan orang-orang tercinta. Bahkan dulu, ketika pertama kali suami hendak melamar, Ia sanksi jika di daerah itu ada kehidupan,hihi...

Takbir Keliling Ala Tanjungsari





Desa Tanjungsari merupakan desa terpencil yang masuk dalam kecematan Cikaum, Kabupaten Subang. Lokasinya berada di kedalaman jalan. Ada dua jalur menuju sini, yaitu jalur Binong dan jalur Cikaum. 

Yang beda dari kampungku adalah suasana lebaran yang selalu seru. Diwarnai dengan berbagai aktivitas dari turun temurun. Dari dulu hingga kini, dari zaman saya brojol hingga mbrojolin anak.

Seperti Takbir Keliling, misalnya. Merupakan aktivitas yang ditunggu-tunggu warga. Selesai sidang itsbat, menunggu maghrib dan kemudian semua keluar, bagaikan laron dan kunang-kunang menyerukan satu kalimat agung yaitu Allahu Akbar!!!




Mereka berkumpul di masjidnya masing-masing. Mempersiapkan prakarya yang sebelumnya sudah dibuat. Memastikan tidak ada yang tertinggal untuk kemudian berduyun-duyun berkumpul di masjid Agung Tanjungsari. Setelah ada instruksi dari panitia, shalat isya berjamaah, kemudian puluhan perwakilan masjid/mushala pawai mengelilingi kampung halaman.

Fastibiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan ini dinilai oleh juri dan ada hadiahnya juga lho.
Penilaian biasanya berdasarkan 3 kategori yaitu Hasil kreativitas prakarya, suara/lantunan takbirnya, kekompakan dan semangat pada setiap team.

Dulu waktu kecil, saya sering menjadi perwakilan mushala menjadi vokalis takbir keliling. Sekarang? Cuma jadi penonton sih namun keseruannya tetap sama dan tidak pernah merasa bosan. Selalu ada hal-hal yang baru.

Bahkan ketika awal-awal menikah, suami saking antusias dan merasa ini adalah kebudayaan yg unik, ia rela memanjat berdiri di teras yg lebih tinggi. Hingga kami terkikik melihat tingkahnya.

"Ciee ciee, ga ada yg beginian ya di kampung sebrang mah?" Kata saya iseng.

Oya, untuk prakarya bermacam-macam, ada yg membuat masjid, unta, kuda, naga, gajah, harimau dan binatang lainnya yang menunjukkan karakter dan kreativitas masing-masing mushola.

Dan setiap prakarya dapat ditunggangi oleh seorang yg berpakaian serba putih, sorban dan kopiah. Ada yg mengacungkan pedang, ada pula yg membawa tasbih gede.




Semuanya mengandung filosofi tersendiri, yaitu yang diangkat berdasarkan kisah para nabi. Ada juga lho yang membuat perahu-perahuan Nabi Nuh. Kreatif!

Tua, muda bahkan balita ikut asyik melihat keseruan takbir keliling dimalam takbiran ini.

Setelah berkeliling kampung, mereka semua berkumpul di panggung yang telah disiapkan, yang tempatnya tak jauh dari Mesjid Agung. Setiap perwakilan menunjukan bakatnya dalam memukul bedug sembari melantunkan takbir.

Yang paling keren dengan kalkulasi penilaian ketika takbir keliling, dialah yang menjadi juaranya. Diakhir acara, ada pengumuman pemenang berbagai macam lomba selama pesantren kilat di masjid Agung. Keseruan ini biasanya hingga jam 10 malam. Lalu lalang masyarakat kampung pun tak pernah sepi. Dari yang sekedar menonton hingga acara habis, membayar zakat fitrah dan belanja persiapan untuk esok harinya.

Yup, itulah desa Tanjungsari, desa yg tidak pernah sepi ketika menyambut hari raya idul fitri.

Idul Fitri Di Kampung Tanjungsari


Esoknya setelah shalat Ied, kami bersilaturahim. Setiap menemui siapa saja yang lewat dan berpapasan, kenal ataupun tidak, kami tetap menyunggingkan senyum termanis yang dipunya, kemudian bersalaman dan berucap : "hampura nya."
Yang artinya Maafin yaa..

Atau ketika ada pengguna motor namun tak sempat berhenti, maka kami akan saling berteriak "hei, hampura."
"Nya muhun, sami-sami"

Ah, serunyaa. Seperti ada balon yang meletus di dada, menyalurkan energi positif dan berbunga-bunga.

Betapa keakraban warga kampung yang menunjukan kembali ke fitrah. Tanpa mengenal siapa dan karena apa, kita tetap satu saudara. Mensucikan hati dihari fitri.

Siangnya, ada acara istighasah dan pentas seni para penduduk tanjungsari. Acara ini meriah sekali dan tambah meriah karena didukung jajanan khas Tanjungsari seperti mie ayam abah, kerupuk sambel mang Tarmin, Tauco Toge, Lotek Bi Kasni, Es Campur Mang Walang, jajanan anak-anak hingga mainannya. Iyup seperti pasar. Dan jajanan yang tadi saya sebutkan itu, nikmatnya ga ketulungan. Mereka berjualan dari semenjak saya belum lahir, hingga kini masih konsisten dengan dagangannya yang berciri khas. Soal rasa jangan ditanya, jajanan ini menjadi salah satu yg dikangenin dari kampung Tanjungsari. Sayang saya lupa untuk foto-foto, maaf ya, saking nafsu melahapnya, hehe..

Gimana? Seru kan?

Sebagai orang pelosok saya bangga telah terlahir di kampung ini karena walaupun desa, orang-orangnya tetap menjunjung nilai keislaman yg kental dan terus dilestarikan. Hari raya disini tidak pernah sepi, bahkan seminggu setelah hari raya. Ketika orang kota berpesta merayakan tahun baruan, disini tidak! Justru hari raya kami adalah sebenar-benarnya keagungan hari yaitu hari raya idul fitri dan idul adha.

Dan yang membuat saya tambah bahagia adalah, ternyata banyak sekali kemajuan dalam hal kebaikan. Salah satunya, banyaknya para muslimah yg berhijab. Seperti contoh tetangga saya, teman dari kecil saya, kini telah menggunakan hijab dalam kesehariannya. 

Dulu, ketika masa-masanya saya SMA, pertama kali saya engeh bahwa hijab itu adalah perintah. Saya sering koar-koar, mengajak tetangga dan teman-teman saya di kampung untuk menggunakan hijab. Namun hasilnya nihil, banyak diantara mereka menggunakan hijab hanya karena ketemu saya saja, pas diluar dibuka lagi. Sempet kesel sih karena upaya saya tak membuahkan hasil, namun akhirnya saya kembalikan pada Sang Maha Pemberi Hidayah, dan mendoakan mereka terus menerus untuk sampai pada titik hidayah itu.

Dan hei, lihat! Kini mereka dengan begitu istiqamah menggunakannya dalam keseharian. Betapa kebahagiaan yg tak ternilai bisa menyaksikan mereka memeluk hidayah. Alhamdulillah... Akhirnya kita pada sampai dimana peng-edukasian untuk menggunakan hijab telah santer disegala media, terutama media sosial.




Nah, ngomong-ngomong tentang hijab, ada acara keren ni, Temans. Yang diadakan oleh Diaryhijaber yaitu Hari Hijaber Nasional, detailnya :

Nama Acara: Hari Hijaber Nasional
Tanggal: 07 Agustus 2016 – 08 Agustus 2016
Tempat: Masjid Agung Sunda Kelapa,  Menteng, Jakarta Pusat

Dukung yuuuk! Dengan meramaikan acara tersebut, kamu telah berkontribusi aktif untuk mengajak para perempuan lain berproses menuju kebaikan. 😊

2 comments

  1. wah keren ya mba. perjalanan dan view selama mudik. juga tentang tradisi takbirannya. Semoga takbiran model begini terus dilestarikan ya, biar suasana lebarannya makin kerasa. Menjadi lebaran yang selalu dirindukan dan membaut anak2 ingat mudik.. :-)

    ReplyDelete